BERSEDEKAH DIKALA SUSAH HINGGA DIPUJI OLEH ALLAH & RASULULLAH SAW

Posted: Maret 14, 2023 in SUNNAH - ADAB & NASIHAT

Mungkin kita tidaklah asing melihat ataupun melakukan sedekah dikala sedang kelebihan ataupun dalam keadaan yang berkecukupan dan lapang, namun bersedekah dalam keadaan susah, sedang terkena musibah adalah hal yang sepertinya agak sulit dilakukan, namun hal tersebut sebenarnya sudah biasa di lakukan, dicontohkan oleh generasi Salaf atas anjuran dari Nabi Muhammad saw.

Sebagaimana kisah Sahabat Nabi berikut ini:

1. Kisah Abu Thalhah bersedekah & Memuliakan Tamu

Pada suatu hari, seorang musafir datang ke Madinah. Pengelana itu lantas menyambangi Masjid Nabawi. Sesudah ikut menunaikan shalat berjamaah, ia pun meminta izin bertemu Rasulullah SAW.

“Wahai Rasulullah, aku betul-betul tertimpa kepayahan. Tubuhku lemas sekarang karena aku begitu kelaparan,” kata dia.

Nabi SAW pun memintanya untuk menunggu dalam masjid. Selanjutnya, beliau mendatangi rumah seorang istrinya untuk menanyakan, apakah ada makanan yang dapat disajikan untuk tamunya itu.

“Demi Tuhan yang mengutusmu dengan kebenaran, kita tak memiliki suatu sajian apa pun kecuali air saja,” jawab istrinya itu.

Rasul SAW lantas pergi ke rumah istrinya yang lain. Pertanyaan beliau ditanggapi dengan jawaban yang sama, “Demi Tuhan yang mengutusmu dengan kebenaran, kita tak memiliki apa pun kecuali hanya air minum.”

Beliau pun mengetuk tiap rumah istri-istrinya, tetapi jawaban yang diperolehnya selalu sama. Setelah itu, Nabi SAW kembali ke masjid dan menjumpai di sana sang musafir masih merintih akibat menahan lapar. Sementara itu, matahari sudah kembali ke peraduannya.

Beliau pun mengumumkan kepada khalayak sekalian, “Siapakah yang hendak menjamu musafir ini pada malam ini? Semoga Allah merahmati orang yang menerimanya sebagai tamu.”

Di antara jamaah masjid tersebut, Abu Thalhah al-Anshari mendengar seruan Nabi SAW itu. Ia pun bangkit berdiri untuk menyatakan kesediaannya. “Wahai Utusan Allah, aku dapat menjamunya di rumahku. Biarlah ia menjadi tamuku malam ini,” kata sahabat dari golongan Anshar itu.

Rasulullah SAW tersenyum senang. Beliau mengarahkan sang musafir untuk mengikuti Abu Thalhah. Sahabat Nabi SAW itu menuntun tamunya itu dengan cermat. Ia pun beranjak pergi bersama sang tamu dengan hewan tunggangannya. Sesampainya di rumah, Abu Thalhah menjumpai istrinya, Ummu Sulaim.

“Apakah kita memiliki makanan di rumah?” katanya sembari berbisik.

“Tidak ada kecuali yang bisa dimakan anak-anak kita malam ini,” jawab Ummu Sulaim.

Kepada istrinya itu, Abu Thalhah menjelaskan keadaan musafir yang datang kepada Rasulullah SAW sore itu dan kini menjadi tamunya. Pengelana ini sudah berhari-hari tak makan, sedangkan dirinya sudah menyatakan bersedia untuk menerimanya sebagai tamu.

“Kalau begitu,” ujar Abu Thalhah, “Sibukkanlah anak-anak kita dengan sesuatu, kemudian tidurkanlah mereka. Dengan begitu, mereka tak akan merasa lapar untuk malam ini. Kemudian, kita dapat menerima tamu.”

Ummu Sulaim melaksanakan perintah suaminya. Sementara itu, Abu Thalhah mempersilakan sang musafir untuk masuk ke rumahnya.

Sesudah berhasil menidurkan anak-anaknya lebih awal, Ummu Sulaim pergi untuk menyiapkan makanan. Abu Thalhah pun permisi sebentar dari tamunya itu untuk berbicara kepada istrinya di dalam dapur.

“Setelah kamu menyajikan makanan ini kepada tamu kita, hidangkanlah piring kosong untukku. Aku akan pura-pura ikut makan bersamanya agar dia tak merasa canggung,” katanya.

Abu Thalhah lalu kembali ke tamunya sembari membawa hidangan. Ia juga mengatakan, rumahnya sedang kehabisan minyak sehingga lampu di ruangan tidak dinyalakan.

Maka, Abu Thalhah pun menemani tamunya itu makan malam dalam keadaan gelap. Sebuah piring berisi makanan yang tadinya diperuntukkan bagi anak-anaknya sendiri kini dihidangkan untuk sang tamu. Sementara itu, ia mengerik piring kosong di hadapannya sampai tamu itu selesai makan dan kenyang.

Ya, musafir itu tidak menyadari, sang tuan rumah dan keluarganya tidak makan malam ini.

Keesokan paginya, Abu Thalhah dan Ummu Sulaim menemui Rasulullah SAW.

“Allah takjub kepada apa yang kalian lakukan tadi malam,” kata beliau dengan wajah berseri-seri.

Inilah asbabun nuzul surah al-Hasyr ayat sembilan. Artinya,

“Dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Apa yang dilakukan Abu Thalhah ialah itsar. Maknanya, mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan sendiri. Allah Ta’ala menyukai orang-orang yang melakukan itsar.

2. 3 Sahabat Saling Bersedekah di Detik-detik Kritis

Di sebuah perang membela Islam, tiga orang terluka parah. Ketiganya sangat membutuhkan air minum. Tapi, setelah tersedia, mereka malah saling mengalah.

Mereka saling mendahulukan sahabatnya agar bisa minum terlebih dahulu. Apa yang terjadi? Setelah gelas air itu ‘berputar’ di antara mereka tanpa sempat diminum, meninggallah mereka tanpa seorangpun sempat meminumnya.

Di Perang Yarmuk, Ikrimah bin Abi Jahal berjuang untuk Islam secara total. Dia terus maju menghadapi musuh tiada gentar sedikitpun. Sudah banyak tentara Romawi yang tewas di tangannya.

Demi memperhatikan ‘kinerja jihad’ Ikrimah yang super-berani itu, Khalid bin Walid –panglima perang- lalu mendekati dan mengingatkannya: “Ikrimah, janganlah nekat. Keberadaan Anda sangat dibutuhkan oleh kaum Muslimin!”

“Hmm…, mudah saja Anda berkata seperti itu. Anda sudah merasakan manisnya berjuang di Jalan Allah bersama Rasulullah SAW ketika saya dan bapak saya masih sangat keras memerangi Islam. Pantaskah kini -setelah bersama Rasulullah SAW- saya malah lari dari hadangan pasukan Romawi? Oh, tidak! Biarkan saya menebus dosa-dosa saya,” kata Ikrimah dengan mantap. Lalu, tanpa ragu-ragu, ia kembali masuk ke arena perang.

Sayang, Ikrimah akhirnya terluka parah. Ia dibaringkan berdekatan dengan Harits bin Hisyam dan Suhail bin Umair yang juga terluka parah. Akibat kehilangan banyak darah, mereka bertiga sangat haus.

Ketika seorang perawat hendak memberi Ikrimah segelas air minum, tiba-tiba Harits mengeluh kehausan. Ikrimah meminta air itu untuk diberikan ke Harits saja. Namun, belum lagi bibir Harits menyentuh gelas, Suhail mengerang kehausan. Haritspun mendahulukan Suhail untuk minum. Tapi, Suhail pun tidak jadi minum dan mendahulukan Ikrimah yang kembali mengerang kehausan.

Begitu gelas berisi air itu didekatkan ke bibir Ikrimah, ternyata dia sudah meninggal. Demikian pula ketika air hendak diminumkan ke Harits, ternyata dia juga telah tiada. Lalu, Suhail menyusul syahid pula. Ketiganya gugur di medan jihad tanpa sempat minum untuk kali yang terakhir.

Dari beberapa kisah Sahabat Nabi di atas dapat kita petik pelajaran bahwa, anjuran bersedekah tak hanya dilakukan dikala sedang lapang, dalam keadaan sulitpun kita masih dianjurkan untuk bersedakah, sebagaimana Firman Allah swt didalam al-Qur’an:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan,” (QS. Ali ‘Imraan [3]:133-134).

Wallahu a’lam

Reff: Republika & Islampos

Tinggalkan komentar